12/08/2008

Komponen Penyusun Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfir berupa fase cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral, atau azokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak bumi (KepMen. No 128 tahun 2003).

Menurut teori pembentukan minyak bumi, senyawa-senyawa organik penyusun minyak bumi merupakan hasil alamiah proses dekomposisi tumbuhan selama berjuta-juta tahun. Oleh karena itu, minyak bumi juga dikenal sebagai bahan bakar fosil selain batu bara dan gas alam.

Semua bahan bakar fosil dihasilkan oleh senyawa karbohidrat dengan rumus kimia Cx(H2O) yang memfosil. Karbohidrat tersebut dihasilkan oleh tumbuhan dengan mengubah energy matahari menjadi energy kimia melalui proses fotosintesis.

Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organic yang terdiri atas hydrogen dan karbon, contohnya benzene, toluena, ethylbenzena, dan isomer xylema, yang dikenal dengan BTEX. Senyawa tersebut memiliki rantai karbon C10 hingga C32 yang bersifat rekalsitran, mutagenic dan karsinogenik pada manusia.

Sumber limbah minyak bumi pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi atau kegiatan lain diantaranya berasal dari limbah hasil pengeboran berupa limbah lumpur dan sumur bor (cutting) yang mengandung residu minyak bumi dan tumpahan minyak tersebut pada lahan akibat proses pengangkutan minyak melalui pipa, alat angkut, proses pemindahan (transfer) minyak atau dari ceceran minyak pada tanah terkontaminasi (KepmenLH no 128 tahun 2003).

Minyak bumi termasuk limbah B3. Definisi limbah berbahaya (Hazardous) menurut RCRA adalah bila bahan atau materi tersebut sesuai definisi yang diatur oleh 40 CFR 261, yaitu limbah padat atau kombinasi padat karena kuantitas atau konsentrasi atau karakteristik, kimiawi, dan keinfeksiannya dapat:

· Menyebabkan atau secara signifikan memberikan kontribusi pada peningkatan mortalitas atau peningkatan suatu penyakit yang serius.

· Menimbulkan bahaya yang potensial pada kesehatan manusia dan lingkungan bila tidak diolah, disimpan atau diangkut, disingkirkan atau pengolahan lainnya secara tepat.

Dalam upaya pengolahan limbah B3, aspek-aspek teknis yang dapat diimplementasikan dalam kegiatan pertambangan dan perminyakan berdasarkan urutan-urutan prioritas dalam upaya pengelolaan lingkungan sedapat mungkin adalah:

1. Penerapan zero discharge

Upaya perlindungan lingkungan yang paling ideal adalah bagaimana agar pemanfaatan sumberdaya alam (penambangan dan perminyakan) dilakukan tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan khususnya akibat limbah B3. Karena limbah B3 ini mempunyai dampak yang dapat membahayakan bagi lingkungan dam mengganggu kesehatan manusia jika tidak dikelola secara serius, maka penanganan limbah B3 ini sedapat mungkin tidak dibuang ke lingkungan.

2. Pengurangan sumber pencemar

Metode pengurangan sumber pencemar merupakan kegiatan untuk membatasi atau mengurangi volume limbah yang relative berbahaya dengan cara menggunakan material, proses ataupun prosedur alternatif (Nugroho,A.2006).

Dasar Hukum Pengelolaan Limbah B3

Peraturan-peraturan yang menjadi acuan dalam kegiatan pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya ini antara lain:

  • - Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • - Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 1999 Jo PP nomor 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3.
  • - PP nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
  • - Keputusan Mentri nomor 128 tahun 2003 tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis.
  • - Keputusan nomor 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir B3.
  • - Keputusan nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana pengawasan Pengelolaan Limbah B3 di Daerah.
  • - Keputusan nomor 03/BAPEDAL/01/1998 tentang Program Penetapan Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3.

Karakteristik limbah B3

Karakteristik limbah B3 yang diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik antara lain :

1. Mudah meledak (explosive)

Bahan yang pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya

Pengujiannya :

- Diferenial Scanning Calorymetry (DSC)

- Differential Thermal Analysis (DTA),

2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida sebagai senyawa acuan.

- Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih besar dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak.

2. Pengoksidasi (oxidizing)

Pengujian menggunakan metoda uji pembakaran :

· Bahan padat, senyawa standar yang digunakan adalah ammonium persulfat.

· Bahan berupa cairan, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat.

· Dengan pengujian tersebut, suatu bahan dinyatakan sebagai B3 pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar. (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. KLH, 2006)

3. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)

Berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala dibawah 0 0C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 0C.

4. Sangat mudah menyala (highly flammable)

Berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala yang memiliki titik nyala 00C - 210C.

5. mudah menyala (flammable)

Pengujian :

a. Metode “Closed-Up Test

· Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume

· Pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 600C (1400 F) pada tekanan udara 760 mmHg akan menyala apabila :

- terjadi kontak dengan api,

- terjadi kontak dengan percikan api

- terjadi kontak dengan sumber nyala lain

b. Metode “Seta Closed-Cup Flash Point Test

· Bukan berupa cairan,

· Pada temperatur dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui:

- gesekan,

- penyerapan uap air

- perubahan kimia secara spontan

- apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik

- apabila dalam pengujian dengan diperoleh titik nyala kurang dari 400C

6. Amat sangat beracun (extremely toxic), sangat beracun (highly toxic), beracun (moderately toxic)

B3 yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui :

- pernafasan,

- kulit

- mulut.

7. Berbahaya (harmful)

Bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.

8. Korosif (corrosive)

Bahan yang dikategorikan korosif berupa bahan yang menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 0C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

9. Bersifat iritasi (irritant)

Bahan padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.

10. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.

11. Karsinogenik (carcinogenic)

Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh.

12. Teratogenik (teratogenic)

Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.

13. Mutagenik (mutagenic)

Sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika. (PP no. 74 tahun 2001)

Limbah bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut :

1. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.

2. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.

3. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

4. Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

5. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg).

6. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. (PP no. 85 tahun 1999)

3.2.3 Jenis limbah B3

Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :

1. Limbah B3 dari sumber spesifik

Merupakan sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.

2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik

Merupakan limbah yang berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi (inhibator korosi), pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-lain

3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. (PP no. 85 tahun 1999)

B3 kadaluarsa adalah B3 karena kesalahan dalam penanganannya (handling) menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan atau karakteristik sehingga B3 tersebut tidak sesuai dengan spesifikasinya, Sedangkan B3 yang tidak memenuhi spesifikasi adalah B3 dalam proses produksinya tidak sesuai dengan yang diinginkan (ditentukan).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 disebutkan bahwa daftar limbah dari jenis kegiatan industri kilang minyak dan gas bumi dengan kode limbah D221 antara lain sludge minyak (oil sludge), katalis bekas, karbon aktif bekas, limbah laboratorium dan lain-lain.Minyak hasil penyulingan minyak mentah biasanya disimpan dalam tangki penyimpanan. Proses yang terjadi akibat kontak antara minyak, udara, dan air menghasilkan sedimentasi pada dasar tangki penyimpanan. Endapan itulah yang disebut oil sludge. Oil sludge terdiri dari minyak (hidrokarbon), air, abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan dari hidrokarbon antara lain bensin, toluene, ethylbenzene, xylenes, dan logam berat seperti timbal (Pb) pada oil sludge merupakan limbah B3 yang harus diproses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah menjadi tidak beracun dan berbahaya.

Pengertian Limbah

Pengertian limbah menurut Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Yang dimaksud sisa suatu kegiatan adalah sisa suatu kegiatan dan/atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, rumah sakit, industri, pertambangan dan kegiatan lain.

Limbah bahan berbahaya dan beracun merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lain. Limbah tersebut antara lain adalah bahan baku yang bersifat berbahaya dan beracun yang tidak digunakan karena rusak/kadaluarsa, sisa bahan/kemasan, tumpahan, sisa proses, oli bekas, oli kotor, limbah dari kegiatan pembersihan kapal dan tangki yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Sumber limbah B3 pada kegiatan industri dapat dilihat pada gambar berikut.


Gambar 3.2 Sumber Limbah B3








10/12/2008

Back Up bahan Kuiah

Bahan Kuliah PBA II passwrd : HMTLUPNV
  1. Apakah yang Dimaksud Limbah B3

Adalah Sisa usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena SIFAT,KONSENTRASINYA,JUMLAHNYA, secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup,kesehatan,kelangsungan hidup, manusia serta makhluk hidup lainnya.

  1. Salah satu karakteristik limbah yaitu mudah meledak (explosive).Jelaskan apa yang dimaksud mudah meledak ?

Bahan yang pada suhu dan tekanan standart (25oC, 760 mmhg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan disekitarnya,

  1. Tujuan Pengelolaan Limbah B3?

Untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali.

  1. Sebutkan prioritas pengelolaan limbah ?

- Pengurangan (tahap perencanaan), Rethink, replace bahan baku.

- Pemilahan atau pemisahan & pembersihan.

- Pemanfaatan (reuse,recycle,Recovery,replace)

- Pemusnahan (incinerator, sebagai bahan baker, dengan persyaratan teknis)

- Pembuangan (landfill dgn persyaratan teknis & perijinan yang ketat)

  1. Jelaskan tentang pengolahan limbah B3 dengan reduksi limbah B3 ?

Adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, Sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan.

Dilakukan melalui upaya menyempurnakan penyimpanan bahan baku dalam kegiatan proses (house keeping), subtitusi bahan, modifikasi proses, serta upaya reduksi limbah B3 lainnya.

  1. Apa yang dimaksud pengolahan limbah B3 ?

Adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan, mengurangi sifat bahaya dan atau sifat racun. ( Dilakukan dengan cara thermal, solidifikasi, secara fisika, kimi, biologi. Limbah B3 tidak boleh dilakukan pengenceran dan selanjutnya dibuang ke lingkungan.)

  1. Bagaimana menurut saudara jika pengolahan limbah B3 dengan cara pengenceran, dan jelaskan apa yang dimaksud pengenceran?

Hal ini dilarang, karena pengenceran tidak akan menghilangkan sifat berbahaya beracunnya Limbah B3.

Pengengenceran adalah menanbahakan cairan atau zat lainnya pada limbah B3 sehingga konsentrasi zat racun dan tau tingkat bahanyanya turun, tetapi beban pencemarannya masih tetap sama dengan sebelumnya dilakukan pengenceran.

  1. Jelaskan ketentuan yang wajib dilakukan bila melakukan pengolahan limbah B3 dengan cara Thermal dengan mengoprasikan insinerator ?

- Mempunyai insinerator dengan spesifikasi sesuai dengan karakteristik dan jumlah B3 yang diolah.

- Mempunyai insinerator yang dapat memenuhi efisiensi pembakaran minimal 99,99% dan efisiensi penghancuran dan penghilangan sebagai berikut :(Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk POLYCLORINATED BLPHENYL (PCBs) 99,9999 %. POLYCLORINATED DIBENZOFURANS 99,9999% POLYCLORINATED DIBENSO-P-DIOXINS 99,9999 %

- Memenuhi standart emisi udara.

- Residu dari kegiatan pembakaran berupa abu dan cairan wajib dikelola dengan mengikuti ketentuan tentang pengelolaan limbah B3.

ACID RAIN

Acid rain is rain or any other form of precipitation that is unusually acidic. It has harmful effects on plants, aquatic animals and buildings. Acid rain is mostly caused by human emissions of sulfur and nitrogen compounds which react in the atmosphere to produce acids. In recent years, many governments have introduced laws to reduce these emissions.

Definition

The term "acid rain" is commonly used to mean the deposition of acidic components in rain, snow, fog, dew, or dry particles. The more accurate term is "acid precipitation." Distilled water, which contains no carbon dioxide, has a neutral pH of 7. Liquids with a pH less than 7 are acidic, and those with a pH greater than 7 are bases. "Clean" or unpolluted rain is slightly acidic, its pH being about 5.6, because carbon dioxide and water in the air react together to form carbonic acid, a weak acid.

H2O (l) + CO2 (g) → H2CO3 (aq)

Carbonic acid then can ionize in water forming low concentrations of hydronium ions:

2H2O (l) + H2CO3 (aq) CO32- (aq) + 2H3O+(aq)

The extra acidity in rain comes from the reaction of primary air pollutants, primarily sulfur oxides and nitrogen oxides, with water in the air to form strong acids (like sulfuric and nitric acid). The main sources of these pollutants are vehicles and industrial and power-generating plants.

History

Since the Industrial Revolution, emissions of sulfur dioxide and nitrogen oxides to the atmosphere have increased.[1] Acid rain was first found in Manchester, England. In 1852, Robert Angus Smith found the relationship between acid rain and atmospheric pollution.[2] Though acid rain was discovered in 1852, it wasn't until the late 1960s that scientists began widely observing and studying the phenomenon. Canadian Harold Harvey was among the first to research a "dead" lake. Public awareness of acid rain in the U.S increased in the 1990s after the New York Times promulgated reports from the Hubbard Brook Experimental Forest in New Hampshire of the myriad deleterious environmental effects demonstrated to result from it.[3]

Occasional pH readings of well below 2.4 (the acidity of vinegar) have been reported in industrialized areas.[1] Industrial acid rain is a substantial problem in China[4], Eastern Europe, Russia and areas down-wind from them. These areas all burn sulfur-containing coal to generate heat and electricity.[5] The problem of acid rain not only has increased with population and industrial growth, but has become more widespread. The use of tall smokestacks to reduce local pollution has contributed to the spread of acid rain by releasing gases into regional atmospheric circulation. Often deposition occurs a considerable distance downwind of the emissions, with mountainous regions tending to receive the most (simply because of their higher rainfall). An example of this effect is the low pH of rain (compared to the local emissions) which falls in Scandinavia.[6]

Emissions of chemicals leading to acidification

The most important gas which leads to acidification is sulfur dioxide. Emissions of nitrogen oxides which are oxidized to form nitric acid are of increasing importance due to stricter controls on emissions of sulfur containing compounds. 70 Tg(S) per year in the form of SO2 comes from fossil fuel combustion and industry, 2.8 Tg(S) from wildfires and 7-8 Tg(S) per year from volcanoes.[7]

Natural Phenomena

The principal natural phenomena that contribute acid-producing gases to the atmosphere are emissions from volcanoes and those from biological processes that occur on the land, in wetlands, and in the oceans. The major biological source of sulfur containing compounds is dimethyl sulfide.

The effects of acidic deposits have been detected in glacial ice thousands of years old in remote parts of the globe.

Human activity

The coal-fired Gavin power plant in Cheshire, Ohio

The principal cause of acid rain is sulfur- and nitrogen compounds from human sources, such as electricity generation, factories and motor vehicles. Coal power plants are one of the most polluting. The gases can be carried hundreds of kilometres in the atmosphere before they are converted to acids and deposited. In the past, factories had short funnels to let out smoke, but this caused many problems; thus, factories now have longer smoke funnels. However, this causes pollutants to be carried farther, causing greater ecological damage.

Chemical processes

Gas phase chemistry

In the gas phase sulfur dioxide is oxidized by reaction with the hydroxyl radical via a intermolecular reaction:

SO2 + OH· → HOSO2·

which is followed by:

HOSO2· + O2 → HO2· + SO3

In the presence of water sulfur trioxide (SO3) is converted rapidly to sulfuric acid:

SO3(g) + H2O(l) → H2SO4(l)

Nitric acid is formed by the reaction of OH with Nitrogen dioxide:

NO2 + OH· → HNO3

For more information see Seinfeld and Pandis (1998).[2]

Chemistry in cloud droplets

When clouds are present the loss rate of SO2 is faster than can be explained by gas phase chemistry alone. This is due to reactions in the liquid water droplets

Hydrolysis

Sulfur dioxide dissolves in water and then, like carbon dioxide, hydrolyses in a series of equilibrium reactions:

SO2 (g)+ H2O SO2·H2O

SO2·H2O H++HSO3-

HSO3- H++SO32-

Oxidation

There are a large number of aqueous reactions that oxidize sulfur from S(IV) to S(VI), leading to the formation of sulfuric acid. The most important oxidation reactions are with ozone, hydrogen peroxide and oxygen (reactions with oxygen are catalyzed by iron and manganese in the cloud droplets).

For more information see Seinfeld and Pandis (1998).[2]

Acid deposition

Wet deposition

Wet deposition of acids occurs when any form of precipitation (rain, snow, etc) removes acids from the atmosphere and delivers it to the Earth's surface. This can result from the deposition of acids produced in the raindrops (see aqueous phase chemistry above) or by the precipitation removing the acids either in clouds or below clouds. Wet removal of both gases and aerosol are both of importance for wet deposition.

Dry deposition

Acid deposition also occurs via dry deposition in the absence of precipitation. This can be responsible for as much as 20 to 60% of total acid deposition.[8] This occurs when particles and gases stick to the ground, plants or other surfaces.

Adverse effects

Acid rain has been shown to have adverse impacts on forests, freshwaters and soils, killing off insect and aquatic lifeforms as well as causing damage to buildings and having possible impacts on human health.

Surface waters and aquatic animals

Both the lower pH and higher aluminum concentrations in surface water that occur as a result of acid rain can cause damage to fish and other aquatic animals. At pHs lower than 5 most fish eggs will not hatch and lower pHs can kill adult fish. As lakes become more acidic biodiversity is reduced. Acid rain has eliminated insect life and some fish species, including the brook trout in some Appalachian streams and creeks.[9] However, there has been some debate on the extent to which acid rain contributes to lake acidity (i.e., that many acid lakes may result primarily from characteristics of the surrounding watershed, and not the rain itself).[10] The EPA's website states: "Of the lakes and streams surveyed, acid rain caused acidity in 75 percent of the acidic lakes and about 50 percent of the acidic streams".[9]

Soils

Soil biology can be seriously damaged by acid rain. Some tropical microbes can quickly consume acids[11] but other microbes are unable to tolerate low pHs and are killed. The enzymes of these microbes are denatured (changed in shape so they no longer function) by the acid. The hydronium ions of acid rain also mobilize toxins and leach away essential nutrients and minerals[12]

nH+ (aq)+ Mg2+ (clay) nH+ (clay)+ Mg2+(aq)

Forests and other vegetation

Effect of acid rain on a forest, Jizera Mountains, Czech Republic

Acid rain can slow the growth of vulnerable forests and cause leaves and needles to turn brown and fall off.[13] Adverse effects may be indirectly related to acid rain, like the acid's effects on soil (see above) or high concentration of gaseous precursors to acid rain. High altitude forests are especially vulnerable as they are often surrounded by clouds and fog which are more acidic than rain.

Other plants can also be damaged by acid rain but the effect on food crops is minimized by the application of fertilizers to replace lost nutrients. In cultivated areas, limestone may also be added to increase the ability of the soil to keep the pH stable, but this tactic is largely unusable in the case of wilderness lands. Acid rain depletes minerals from the soil and then it stunts the growth of the plant.

Human health

Some scientists have suggested direct links to human health, but none have been proven.[14]. However, fine particles, a large fraction of which are formed from the same gases as acid rain (sulphur dioxide and nitrogen dioxide), have been shown to cause illness and premature deaths such as cancer and other deadly diseases[15] For more information on the health effects of aerosol see particulate health effects.

Other adverse effects


Effect of acid rain on statues

Acid rain can also cause damage to certain building materials and historical monuments. This is because the sulfuric acid in the rain chemically reacts with the calcium compounds in the stones (limestone, sandstone, marble and granite) to create gypsum, which then flakes off.

CaCO3 (s) + H2SO4 (aq) CaSO4 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)

This is also commonly seen on old gravestones where the acid rain can cause the inscription to become completely illegible. Acid rain also causes an increased rate of oxidation for iron.[16] Visibility is also reduced by sulfate and nitrate in the atmosphere.[17]

Prevention methods

Technical solutions

In the United States, many coal-burning power plants use Flue gas desulfurization (FGD) to remove sulphur-containing gases from their stack gases. An example of FGD is the wet scrubber which is commonly used in the U.S. and many other countries. A wet scrubber is basically a reaction tower equipped with a fan that extracts hot smoke stack gases from a power plant into the tower. Lime or limestone in slurry form is also injected into the tower to mix with the stack gases and combine with the sulphur dioxide present. The calcium carbonate of the limestone produces pH-neutral calcium sulfate that is physically removed from the scrubber. That is, the scrubber turns sulfur pollution into industrial sulfates.

In some areas the sulfates are sold to chemical companies as gypsum when the purity of calcium sulfate is high. In others, they are placed in landfill. However, the effects of acid rain can last for generations, as the effects of pH level change can stimulate the continued leaching of undesirable chemicals into otherwise pristine water sources, killing off vulnerable insect and fish species and blocking efforts to restore native life.

Automobile emissions control reduces emissions of nitrogen oxides from motor vehicles.

International treaties

A number of international treaties on the long range transport of atmospheric pollutants have been agreed e.g. Sulphur Emissions Reduction Protocol under the Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution.

Emissions trading

A more recent regulatory scheme involves emissions trading. In this scheme, every current polluting facility is given an emissions license that becomes part of capital equipment. Operators can then install pollution control equipment, and sell parts of their emissions licenses. The intention of this is to give operators economic incentives to install pollution controls.