12/08/2008

Komponen Penyusun Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfir berupa fase cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral, atau azokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak bumi (KepMen. No 128 tahun 2003).

Menurut teori pembentukan minyak bumi, senyawa-senyawa organik penyusun minyak bumi merupakan hasil alamiah proses dekomposisi tumbuhan selama berjuta-juta tahun. Oleh karena itu, minyak bumi juga dikenal sebagai bahan bakar fosil selain batu bara dan gas alam.

Semua bahan bakar fosil dihasilkan oleh senyawa karbohidrat dengan rumus kimia Cx(H2O) yang memfosil. Karbohidrat tersebut dihasilkan oleh tumbuhan dengan mengubah energy matahari menjadi energy kimia melalui proses fotosintesis.

Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organic yang terdiri atas hydrogen dan karbon, contohnya benzene, toluena, ethylbenzena, dan isomer xylema, yang dikenal dengan BTEX. Senyawa tersebut memiliki rantai karbon C10 hingga C32 yang bersifat rekalsitran, mutagenic dan karsinogenik pada manusia.

Sumber limbah minyak bumi pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi atau kegiatan lain diantaranya berasal dari limbah hasil pengeboran berupa limbah lumpur dan sumur bor (cutting) yang mengandung residu minyak bumi dan tumpahan minyak tersebut pada lahan akibat proses pengangkutan minyak melalui pipa, alat angkut, proses pemindahan (transfer) minyak atau dari ceceran minyak pada tanah terkontaminasi (KepmenLH no 128 tahun 2003).

Minyak bumi termasuk limbah B3. Definisi limbah berbahaya (Hazardous) menurut RCRA adalah bila bahan atau materi tersebut sesuai definisi yang diatur oleh 40 CFR 261, yaitu limbah padat atau kombinasi padat karena kuantitas atau konsentrasi atau karakteristik, kimiawi, dan keinfeksiannya dapat:

· Menyebabkan atau secara signifikan memberikan kontribusi pada peningkatan mortalitas atau peningkatan suatu penyakit yang serius.

· Menimbulkan bahaya yang potensial pada kesehatan manusia dan lingkungan bila tidak diolah, disimpan atau diangkut, disingkirkan atau pengolahan lainnya secara tepat.

Dalam upaya pengolahan limbah B3, aspek-aspek teknis yang dapat diimplementasikan dalam kegiatan pertambangan dan perminyakan berdasarkan urutan-urutan prioritas dalam upaya pengelolaan lingkungan sedapat mungkin adalah:

1. Penerapan zero discharge

Upaya perlindungan lingkungan yang paling ideal adalah bagaimana agar pemanfaatan sumberdaya alam (penambangan dan perminyakan) dilakukan tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan khususnya akibat limbah B3. Karena limbah B3 ini mempunyai dampak yang dapat membahayakan bagi lingkungan dam mengganggu kesehatan manusia jika tidak dikelola secara serius, maka penanganan limbah B3 ini sedapat mungkin tidak dibuang ke lingkungan.

2. Pengurangan sumber pencemar

Metode pengurangan sumber pencemar merupakan kegiatan untuk membatasi atau mengurangi volume limbah yang relative berbahaya dengan cara menggunakan material, proses ataupun prosedur alternatif (Nugroho,A.2006).

Dasar Hukum Pengelolaan Limbah B3

Peraturan-peraturan yang menjadi acuan dalam kegiatan pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya ini antara lain:

  • - Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • - Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 1999 Jo PP nomor 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3.
  • - PP nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
  • - Keputusan Mentri nomor 128 tahun 2003 tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis.
  • - Keputusan nomor 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir B3.
  • - Keputusan nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3.
  • - Keputusan nomor 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana pengawasan Pengelolaan Limbah B3 di Daerah.
  • - Keputusan nomor 03/BAPEDAL/01/1998 tentang Program Penetapan Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3.

Karakteristik limbah B3

Karakteristik limbah B3 yang diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik antara lain :

1. Mudah meledak (explosive)

Bahan yang pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya

Pengujiannya :

- Diferenial Scanning Calorymetry (DSC)

- Differential Thermal Analysis (DTA),

2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida sebagai senyawa acuan.

- Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih besar dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak.

2. Pengoksidasi (oxidizing)

Pengujian menggunakan metoda uji pembakaran :

· Bahan padat, senyawa standar yang digunakan adalah ammonium persulfat.

· Bahan berupa cairan, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat.

· Dengan pengujian tersebut, suatu bahan dinyatakan sebagai B3 pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar. (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. KLH, 2006)

3. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)

Berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala dibawah 0 0C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 0C.

4. Sangat mudah menyala (highly flammable)

Berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala yang memiliki titik nyala 00C - 210C.

5. mudah menyala (flammable)

Pengujian :

a. Metode “Closed-Up Test

· Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume

· Pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 600C (1400 F) pada tekanan udara 760 mmHg akan menyala apabila :

- terjadi kontak dengan api,

- terjadi kontak dengan percikan api

- terjadi kontak dengan sumber nyala lain

b. Metode “Seta Closed-Cup Flash Point Test

· Bukan berupa cairan,

· Pada temperatur dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui:

- gesekan,

- penyerapan uap air

- perubahan kimia secara spontan

- apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik

- apabila dalam pengujian dengan diperoleh titik nyala kurang dari 400C

6. Amat sangat beracun (extremely toxic), sangat beracun (highly toxic), beracun (moderately toxic)

B3 yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui :

- pernafasan,

- kulit

- mulut.

7. Berbahaya (harmful)

Bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.

8. Korosif (corrosive)

Bahan yang dikategorikan korosif berupa bahan yang menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 0C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

9. Bersifat iritasi (irritant)

Bahan padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.

10. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.

11. Karsinogenik (carcinogenic)

Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh.

12. Teratogenik (teratogenic)

Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.

13. Mutagenik (mutagenic)

Sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika. (PP no. 74 tahun 2001)

Limbah bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut :

1. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.

2. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.

3. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

4. Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

5. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg).

6. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. (PP no. 85 tahun 1999)

3.2.3 Jenis limbah B3

Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :

1. Limbah B3 dari sumber spesifik

Merupakan sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.

2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik

Merupakan limbah yang berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi (inhibator korosi), pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-lain

3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. (PP no. 85 tahun 1999)

B3 kadaluarsa adalah B3 karena kesalahan dalam penanganannya (handling) menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan atau karakteristik sehingga B3 tersebut tidak sesuai dengan spesifikasinya, Sedangkan B3 yang tidak memenuhi spesifikasi adalah B3 dalam proses produksinya tidak sesuai dengan yang diinginkan (ditentukan).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 disebutkan bahwa daftar limbah dari jenis kegiatan industri kilang minyak dan gas bumi dengan kode limbah D221 antara lain sludge minyak (oil sludge), katalis bekas, karbon aktif bekas, limbah laboratorium dan lain-lain.Minyak hasil penyulingan minyak mentah biasanya disimpan dalam tangki penyimpanan. Proses yang terjadi akibat kontak antara minyak, udara, dan air menghasilkan sedimentasi pada dasar tangki penyimpanan. Endapan itulah yang disebut oil sludge. Oil sludge terdiri dari minyak (hidrokarbon), air, abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan dari hidrokarbon antara lain bensin, toluene, ethylbenzene, xylenes, dan logam berat seperti timbal (Pb) pada oil sludge merupakan limbah B3 yang harus diproses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah menjadi tidak beracun dan berbahaya.

Pengertian Limbah

Pengertian limbah menurut Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Yang dimaksud sisa suatu kegiatan adalah sisa suatu kegiatan dan/atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, rumah sakit, industri, pertambangan dan kegiatan lain.

Limbah bahan berbahaya dan beracun merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lain. Limbah tersebut antara lain adalah bahan baku yang bersifat berbahaya dan beracun yang tidak digunakan karena rusak/kadaluarsa, sisa bahan/kemasan, tumpahan, sisa proses, oli bekas, oli kotor, limbah dari kegiatan pembersihan kapal dan tangki yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Sumber limbah B3 pada kegiatan industri dapat dilihat pada gambar berikut.


Gambar 3.2 Sumber Limbah B3